This is default featured post 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

www.barisan-kebangkitan.blogspot.com

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Ku Temukan Kau di Sujud dan Do'a Ku

“Dunia ini perhiasan. Dan sebaik-baik perhiasan adalah wanita shalihah. ”(Hadits riwayat Muslim).

kecantikan wanita ada pada akhlaknya

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Ku Tunggu Kau Di Syurga

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Rabu, 29 Agustus 2012

Pengertian dan Tujuan Da'wah



Da'wah Secara lughawi berasal dari bahasa Arab, da'wah yang artinya seruan, panggilan, undangan. Secara istilah, kata da'wah berarti menyeru atau mengajak manusia untuk melakukan kebaikan dan menuruti petunjuk, menyuruh berbuat kebajikan dan melarang perbuatan munkar yang dilarang oleh Allah Swt. dan rasul-Nya agar manusia mendapatkan kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
Syaikh Ali Mahfuzh -murid Syaikh Muhammad Abduh- sebagai pencetus gagasan dan penyusunan pola ilmiah ilmu da'wah memberi batasan mengenai da'wah sebagai: "Membangkitkan kesadaran manusia di atas kebaikan dan bimbingan, menyuruh berbuat ma'ruf dan maencegah dari perbuatan yang munkar, supaya mereka memperoleh keberuntungan kebahagiaan di dunia dan di akhirat."
Da'wah adalah usaha penyebaran pemerataan ajaran agama di samping amar ma'ruf dan nahi munkar. Terhadap umat Islam yang telah melaksanakan risalah Nabi lewat tiga macam metode yang paling pokok yakni da'wah, amar ma'ruf, dan nahi munkar, Allah memberi mereka predikat sebagai umat yang berbahagia atau umat yang menang .
Adapun mengenai tujuan da'wah, yaitu: pertama, mengubah pandangan hidup. Dalam QS. Al Anfal: 24 di sana di siratkan bahwa yang menjadi maksud dari da'wah adalah menyadarkan manusia akan arti hidup yang sebenarnya. Hidup bukanlah makan, minum dan tidur saja. Manusia dituntut untuk mampu memaknai hidup yang dijalaninya.
Kedua, mengeluarkan manusia dari gelap-gulita menuju terang-benderang. Ini diterangkan dalam firman Allah: "Inilah kitab yang kami turunkan kepadamu untuk mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada terang-benderang dengan izin Tuhan mereka kepada jalan yang perkasa, lagi terpuji."(QS. Ibrahim: 1) 
Urgensi dan Strategi Amar ma'ruf Nahi munkar
Dalam Al-Qur'an dijumpai lafadz "amar ma'ruf nahi munkar" pada beberapa tempat. Sebagai contoh dalam QS. Ali Imran: 104: "Hendaklah ada di antara kalian segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar. Mereka itulah orang-orang yang beruntung". Hasbi Ash Siddieqy menafsirkan ayat ini: "Hendaklah ada di antara kamu suatu golongan yang menyelesaikan urusan dawah, menyuruh ma'ruf (segala yang dipandang baik oleh syara` dan akal) dan mencegah yang munkar (segala yang dipandang tidak baik oleh syara` dan akal) mereka itulah orang yang beruntung."
Dalam ayat lain disebutkan "Kalian adalah umat terbaik yang dilahirkan bagi umat manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar dan beriman kepada Allah" (QS. Ali Imran: 110). Lafadz amar ma'ruf dan nahi munkar tersebut juga bisa ditemukan dalam QS. At Taubah: 71, Al Hajj: 41, Al-A'raf: 165, Al Maidah: 78-79 serta masih banyak lagi dalam surat yang lain.
Bila dicermati, ayat-ayat di atas menyiratkan bahwa amar ma'ruf nahi munkar merupakan perkara yang benar-benar urgen dan harus diimplementasikan dalam realitas kehidupan masyarakat. Secara global ayat-ayat tersebut menganjurkan terbentuknya suatu kelompok atau segolongan umat yang intens mengajak kepada kebaikan dan mencegah dari kejelekan. Kelompok tersebut bisa berupa sebuah organisasi, badan hukum, partai ataupun hanya sekedar kumpulan individu-individu yang sevisi. Anjuran tersebut juga dikuatkan dengan hadits Rasulullah: "Jika kamu melihat umatku takut berkata kepada orang dzhalim, 'Hai dzhalim!', maka ucapkan selamat tinggal untuknya."
Dari ayat-ayat di muka dapat ditangkap bahwa amar ma'ruf dan nahi munkar merupakan salah satu parameter yang digunakan oleh Allah dalam menilai kualitas suatu umat. Ketika mengangkat kualitas derajat suatu kaum ke dalam tingkatan yang tertinggi Allah berfirman: "Kalian adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk umat manusia." Kemudian Allah menjelaskan alasan kebaikan itu pada kelanjutan ayat: "Menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar." (QS. Ali Imran: 110). Demikian juga dalam mengklasifikasikan suatu umat ke dalam derajat yang serendah-rendahnya, Allah menggunakan eksistensi amar ma'ruf nahi munkar sebagai parameter utama. Allah Swt. berfirman: "Telah dila'nati orang-orang kafir dari Bani Isra'il melalui lisan Daud dan Isa putera Maryam. Yang demikian itu disebabkan mereka durhaka dan selalu tidak melarang tindakan munkar yang mereka perbuat." (QS. Al Maidah 78-79). Dari sinipun sebenarnya sudah bisa dipahami sejauh mana tingkat urgensitas amar ma'ruf nahi munkar.
Bila kandungan ayat-ayat amar ma'ruf nahi munkar dicermati, -terutama ayat 104 dari QS. Ali Imran- dapat diketahui bahwa lafadz amar ma'ruf dan nahi munkar lebih didahulukan dari lafadz iman, padahal iman adalah sumber dari segala rupa taat. Hal ini dikarenakan amar ma'ruf nahi munkaradalah bentengnya iman, dan hanya dengannya iman akan terpelihara. Di samping itu, keimanan adalah perbuatan individual yang akibat langsungnya hanya kembali kepada diri si pelaku, sedangkanamar ma'ruf nahi munkar adalah perbuatan yang berdimensi sosial yang dampaknya akan mengenai seluruh masyarakat dan juga merupakan hak bagi seluruh masyarakat.
Hamka berpendapat bahwa pokok dari amar ma'ruf adalah mentauhidkan Allah, Tuhan semesta alam. Sedangkan pokok dari nahi munkar adalah mencegah syirik kepada Allah. Implementasi amar ma'rufnahi munkar ini pada dasarnya sejalan dengan pendapat khalayak yang dalam bahasa umumnya disebut dengan public opinion, sebab al ma'ruf adalah apa-apa yang disukai dan diingini oleh khalayak, sedang al munkar adalah segala apa yang tidak diingini oleh khalayak. Namun kelalaian dalam ber-amar ma'ruf telah memberikan kesempatan bagi timbulnya opini yang salah, sehingga yang ma'ruf terlihat sebagai kemunkaran dan yang munkar tampak sebagai hal yang ma'ruf.
Konsisnten dalam ber-amar ma'ruf nahi munkar adalah sangat penting dan merupakan suatu keharusan, sebab jika ditinggalkan oleh semua individu dalam sebuah masyarakat akan berakibat fatal yang ujung-ujungnya berakhir dengan hancurnya sistem dan tatanan masyarakat itu sendiri. Harus disadari bahwa masyarakat itu layaknya sebuah bangunan. Jika ada gangguan yang muncul di salah satu bagian, amar ma'ruf nahi munkar harus senantiasa diterapkan sebagai tindakan preventif melawan kerusakan. Mengenai hal ini Rasulullah Saw. memberikan tamsil: "Permisalan orang-orang yang mematuhi larangan Allah dan yang melanggar, ibarat suatu kaum yang berundi di dalam kapal. Di antara mereka ada yang di bawah. Orang-orang yang ada di bawah jika hendak mengambil air harus melawati orang-orang yang ada di atas meraka. Akhirnya mereka berkata 'Jika kita melubangi kapal bagian kita, niscaya kita tidak akan mengganggu orang yang di atas kita'. Jika orang yang di atas membiarkan mereka melubangi kapal, niscaya semua akan binasa. Tetapi jika orang yang di atas mencegah, maka mereka dan semuannya akan selamat."
Suatu kaum yang senantiasa berpegang teguh pada prinsip ber-amar ma'ruf nahi munkar akan mendapatkan balasan dan pahala dari Allah Swt. yang antara lain berupa:
  1. Ditinggikan derajatnya ke tingkatan yang setinggi-tingginya (QS. Ali Imran: 110).
  2. Terhindar dari kebinasaan sebagaimana dibinasakannya Fir'aun beserta orang-orang yang berdiam diri ketika melihat kedzalimannya.
  3. Mendapatkan pahala berlipat dari Allah sebagaimana sabda Nabi Saw.:"Barangsiapa yang mengajak kepada kebaikan, maka ia akan mendapatkan pahalanya dan pahala orang yang mengamalkannya sampai hari kiamat, tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun".
  4. Terhindar dari laknat Allah sebagai mana yang terjadi pada Bani Isra'il karena keengganan mereka dalam mencegah kemunkaran. (QS. Al-Maidah: 78-79).
Secara prinsipil seorang Muslim dituntut untuk tegas dalam menyampaikan kebenaran dan melarang dari kemunkaran. Rasul Saw. bersabda: "Barang siapa di antara kamu menjumpai kemunkaran maka hendaklah ia rubah dengan tangan (kekuasaan)nya, apabila tidak mampu hendaklah dengan lisannya, dan jika masih belum mampu hendaklah ia menolak dengan hatinya. Dan (dengan hatinya) itu adalah selemah-lemahnya iman". Hadits ini memberikan dorongan kepada orang Muslim untuk ber-amar ma'ruf dengan kekuasaan dalam arti kedudukan dan kemampuan fisik dan kemampuan finansial.Amar ma'ruf dan khususnya nahi munkar minimal diamalkan dengan lisan melalui nasihat yang baik, ceramah-ceramah, ataupun khutbah-khutbah, sebab semua. Muslim tentunya tidak ingin bila hanya termasuk di dalam golongan yang lemah imannya.
Da'wah dan amar ma'ruf nahi munkar dengan metode yang tepat akan menghantarkan dan menyajikan ajaran Islam secara sempurna. Metode yang di terapkan dalam menyampaikan amar ma'ruf nahi munkar tersebut sebenarnya akan terus berubah-ubah sesuai dengan kondisi dan situasi masyarakat yang dihadapi para da'i. Amar ma'ruf dan nahi munkar tidak bertujuan memperkosa fitrah seseorang untuk tunduk dan senantiasa mengikuti tanpa mengetahui hujjah yang dipakai, tetapi untuk memberikan koreksi dan membangkitkan kesadaran dalam diri seseorang akan kesalahan dan kekurangan yang dimiliki.
Ketegasan dalam menyampaikan amar ma'ruf dan nahi munkar bukan berarti menghalalkan cara-cara yang radikal. Implementasinya harus dengan strategi yang halus dan menggunakan metode tadarruj(bertahap) agar tidak menimbulkan permusuhan dan keresahan di masyarakat. Penentuan strategi dan metode amar ma'ruf nahi munkar harus mempertimbangkan kondisi sosial masyarakat yang dihadapi. Jangan sampai hanya karena kesalahan kecil dalam menyampaikan amar ma'ruf nahi munkar justru mengakibatkan kerusakan dalam satu umat dengan social cost yang tinggi.
Dalam menyampaikan amar ma'ruf nahi munkar hendaknya memperhatikan beberapa poin yang insya Allah bisa diterapkan dalam berbagai bentuk masyarakat:
  1. Hendaknya amar ma'ruf nahi munkar dilakukan dengan cara yang ihsan agar tidak berubah menjadi penelanjangan aib dan menyinggung perasaan orang lain. Ingatlah ketika Allah berfirman kepada Musa dan Harun agar berbicara dengan lembut kepada Fir'aun (QS. Thaha: 44).
  2. Islam adalah agama yang berdimensi individual dan sosial, maka sebelum memperbaiki orang lain seorang Muslim dituntut berintrospeksi dan berbenah diri, sebab cara amar ma'ruf yang baik adalah yang diiringi dengan keteladanan.
  3. Menyampaikan amar ma'ruf nahi munkar disandarkan kepada keihklasan karena mengharap ridla Allah, bukan mencari popularitas dan dukungan politik.
  4. Amar ma'ruf nahi munkar dilakukan menurut Al-Qur'an dan Al-Sunnah, serta diimplementasikan di dalam masyarakat secara berkesinambungan.
Dalam menyampaikan da'wah amar ma'ruf nahi munkar, para da'i dituntut memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi, baik kepada Allah maupun masyarakat dan negara. Bertanggung jawab kepada Allah dalam arti bahwa da'wah yang ia lakukan harus benar-benar ikhlas dan sejalan dengan apa yang telah digariskan oleh Al Qur'an dan Sunnah. Bertanggung jawab kepada masyarakat atau umat menganduang arti bahwa da'wah Islamiyah memberikan kontribusi positif bagi kehidupan sosial umat yang bersangkutan. Bertanggung jawab kepada negara mengandung arti bahwa pengemban risalah senantiasa memperhatikan kaidah hukum yang berlaku di negara dimana ia berda'wah. Jika da'wah dilakukan tanpa mengindahkan hukum positif yang berlaku dalam sebuah negara, maka kelancaran da'wah itu sendiri akan terhambat dan bisa kehilangan simpati dari masyarakat. 

Selasa, 28 Agustus 2012

10 Ayat AL-Qur’an Tentang Keutamaan Ilmu & Orang-orang yang Berilmu


1.  QS. Aali 'Imran (Ali 'Imran) [3] : ayat 7
[3:7] Dia-lah yang menurunkan Al Kitab (Al Qur'an) kepada kamu. Di antara (isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamaat, itulah pokok-pokok isi Al qur'an dan yang lain (ayat-ayat) mu-tasyaabihaat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk mencari-cari takwilnya, padahal tidak ada yang mengetahui takwilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: "Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami." Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal.
 
2.  QS. Aali 'Imran (Ali 'Imran) [3] : ayat 18
 [3:18] Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), Yang menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

3.  QS. An-Nisaa' (An-Nisa') [4] : ayat 83
[4:83] Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan Ulil Amri). Kalau tidaklah karena karunia dan rahmat Allah kepada kamu, tentulah kamu mengikut setan, kecuali sebagian kecil saja (di antaramu).

4.  QS. Huud (Hud) [11] : ayat 24
 [11:24] Perbandingan kedua golongan itu (orang-orang kafir dan orang-orang mukmin), seperti orang buta dan tuli dengan orang yang dapat melihat dan dapat mendengar. Adakah kedua golongan itu sama keadaan dan sifatnya?. Maka tidakkah kamu mengambil pelajaran (daripada perbandingan itu)?.

5.  QS. Ar-Ra'd [13] : ayat 16
 [13:16] Katakanlah: "Siapakah Tuhan langit dan bumi?" Jawabnya: "Allah". Katakanlah: "Maka patutkah kamu mengambil pelindung-pelindungmu dari selain Allah, padahal mereka tidak menguasai kemanfaatan dan tidak (pula) kemudharatan bagi diri mereka sendiri?". Katakanlah: "Adakah sama orang buta dan yang dapat melihat, atau samakah gelap gulita dan terang benderang; apakah mereka menjadikan beberapa sekutu bagi Allah yang dapat menciptakan seperti ciptaan-Nya sehingga kedua ciptaan itu serupa menurut pandangan mereka?" Katakanlah: "Allah adalah Pencipta segala sesuatu dan Dia-lah Tuhan Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa".

6.  QS. Al-'Ankabuut (Al-'Ankabut) [29] : ayat 43
[29:43] Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buat untuk manusia; dan tiada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu.

7.  QS. Faathir (Fatir) [35] : ayat 19
 [35:19] Dan tidaklah sama orang yang buta dengan orang yang melihat.

 8. QS. Faathir (Fatir) [35] : ayat 28
[35:28] Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang melata dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.

9.  QS. Az-Zumar [39] : ayat 9
 [39:9] (Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.

10. QS. Al-Mujaadilah (Al-Mujadilah) [58] : ayat 11
 [58:11] Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.

Konsep Cinta Dalam Islam


Firman Allah :
“ Katakanlah : ‘Jika kalian (benar-benar) mencintai Allah, maka ikutilah aku, niscaya, Allah  mengasihi dan mengampuni dosa-dosa kalian.’ Allah maha pengampun lagi maha penyayang.” ( Q.s. Ali ‘Imran 3:31)
Cinta adalah perasaan jiwa, getaran hati, pancaran naluri. Dan terpautnya hati orang yang mencintai terhadap orang yang dicintainya, dengan semangat yang menggelora dan wajah yang selalu ceria. Cinta dalam pengertian seperti ini adalah merupakkan perasaan mendasar dalam diri manusia yang tidak dapat terlepas. Dalam banyak hal, cinta untuk mengontrol keinginan kearah yang lebih baik dan positif. Hal ini dapat terjadi jika seseorang yang mencintai menjadikan cintanya sebagai sarana untuk meraih hasil yang baik dan mulia guna meraih kehidupan, sebagaimana kehidupan orang-orang pilihan dan suci dan orang –orang yang bertaqwa yang selalu berbuat baik.
Dalam agama Islam diajarkan bahwa perasaan cinta ditujukan semata mata kepada sang pencipta, sehingga cinta kepada-Nya jauh melebihi cinta pada sesama makhluknya.Justru, cinta pada makhluknya dicurahkan semata-mata karena mencintai-Nya.
firman Allah SWT dalam QS Al Baqarah 165,
Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah.”
Allah menyampaikan mengenai perbedaan dan garis pemisah antara orang-orang yang beriman dengan yang tidak beriman melalu indikator perasaan cintanya. Orang yang beriman akan memberikan porsi, intensitas, dan kedalaman cintanya yang jauh lebih besar pada Allah. Sedangkan orang yang tidak beriman akan memberikannya justru kepada selain Allah, yaitu pada makhluk, harta, atau kekuasaan.
 “Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, pasangan-pasangan, dan kaum keluarga  kalian, harta kekayaan yang kalian usahakan, perniagaan yg kalian khawatirkan kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kalian sukai, lebih kalian cintai daripada Allah, Rasul-Nya dan (daripada) jihad di jalanNYa, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan siksaNya. Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik” (QS. 9 (At Taubah): 24).

Jumat, 17 Agustus 2012

Hilal tidak terlihat di Pos pemantauan Cakung dan Timur Tengah, InsyaAllah Idul Fitri 1433 H jatuh hari Ahad


AKARTA (Arrahmah.com) - Lajnah Falaqiyah Al Husnayain, Cakung, mengabarkan rukyatul hilal yang mereka lakukan untuk menentukan 1 syawal 1433 H  di Pos pemantauan Cakung, dilaporkan Lajnah Falaqiyah tidak berhasil melihat hilal sore ini.
"Laporan Lajnah Falaqiyah Cakung. Bismillah rukyat telah dilaksanakan, belum berhasil terlihat" Tulis pesan singkat dari DKM Masjid Muhammad Ramadhan dan Majelis Mujahidin yang masuk ke redaksiarrahmah.com, Jakarta, Jum'at (17/8) malam.
Tidak nampaknya Hilal, akhirnya, diumukan bahwa Idul fitri dilaksanakan pada hari Ahad (19/8/2012) esok lusa.
"Maka bulan Ramadhan diistimalkan/ digenapkan.InsyaAllah Ied hari Ahad" ungkap pesan singkat tersebut mengisyaratkan pendapat rukyat hilal secara lokal.
Tim arrahmah.com, juga mencari informasi kemunculan hilal secara global (Rukyatul hilal secara global), alhamdulillah menjelang pukul.22.00 Wib kami mendapat kabar melalui salah satu pengurus masjid Ramadhan ustadz hardiansyah yang diberikan kabar oleh Ustadz Anung Al Hamat, LC bahwa hilal juga tidak nampak di wilayah negara-negara Arab.
"Ustadz Anung sudah sms saya, berita mengenai Hilal di Timur Tengah dan Syam tidak kelihatan" ungkapnya.
Dengan digenapkannya bulan Ramadhan menjadi 30 hari, kemungkinan sebagian kaum Muslimin akan melaksanakan Iedul fitri bersama-sama dengan warga Muhamadiyah yan telah memutuskan lebih awal dengan metode hisab bahwa 1 Syawal 1433 H jatuh pada tanggal 19 Agustus 2012. (bilal/arrahmah.com)

Sabtu, 04 Agustus 2012

Kalau Cantik Mengapa Harus Berjilbab....................?

Pernah ga sobat denger pertanyaan “ngapain sih pake jilbab, masih muda khan jadi  ga keliatan cantiknya?”, atau pernyataan “aku mau pake tapi jika dah nikah nanti”, atau kalimat sejenisnya yang menyatakan keberatan berjilbab. Mungkin kalimat di atas tidak menimpa diri kita, tetapi temen deket atau kerabat. Semua tahu dan sepakat, tidak ada pertentangan bahwa berjilbab itu wajib bagi wanita balig, yang mengaku muslimah tidak ada alasan untuk mencari-cari alibi menghindari menutup aurat. 
Allah Azza Wa Jalla yang menciptakan manusia, paling Mengetahui perkara yang mendatangkan maslahat (perkara yang membawa pada kebaikan) dibanding  manusia itu sendiri. Allah Maha Mengetahui, Maha Kasih Sayang dan Maha Bijaksana kepada hamba-hamba-Nya.
“Apakah Allah yang menciptakan itu tidak mengetahui (yang kamu lahirkan dan kamu rahasiakan), dan Dia Maha Halus dan Maha Mengetahui?” (Qs Al Mulk 14).
...Menutup aurat itu mengandung banyak kebaikan bagi wanita, meski banyak yang menyelewengkannya sehingga muncul sejuta alasan untuk menolaknya...
Menutup aurat itu sendiri juga mengandung banyak kebaikan bagi wanita, hanya saja banyak yang menyelewengkan perintah ini sehingga muncul aneka ragam alasan untuk menolaknya. Masih segar dalam ingatan masyarakat, tahun 90an banyak statement sesat untuk menolak berjilbab. Pelajar akan dikatakan sulit mencari kerja jika belajar pada sekolah yang mewajibkan dirinya memakai jilbab.
Imbas dari rumor sesat ini akhirnya berkembang pada khalayak luas bahwasanya jilbab identik dengan kekolotan dan kemunduran. Kini kita hidup di era 2000an, era manusia semakin cerdas dan kritis menilai segala sesuatu, termasuk mengenai jilbab, muncul kesadaran masyarakat Indonesia  untuk mengenakan jilbab.
Jika suatu waktu nanti akan ada yang bertanya pada anda “Hei cantik ngapain berjilbab?” jawabnya cukup sederhana:
1. Sebagai bentuk ketaatan pada Allah Sang Pemberi hidayah, sebagaimana tercantum dalam surat An-Nur 31 dan Al-Ahzab 59.
2. Sebagai bentuk ketaatan pada apa yang dicontohkan Rasulullah dan istri-istrinya dalam menjaga diri agar terhindar dari fitnah, sebagaimana yang termaktub dalam surat Al-Ahzab 53.
3. Sebagai identitas pembeda antara muslimah dan non muslimah. Jika wanita mengenakan jilbab, maka semua manusia akan tahu jika dia muslimah, tetapi jika wanita ditempat umum tidak menutup aurat, agama dan keimanannya masih diragukan.
4. Sebagai pelindung diri dari laki-laki tidak baik. Jika wanita itu mengenakan jilbab, sangat kecil kemungkinan untuk diganggu atau dilecehkan, berbeda dengan wanita yang mengenakan pakaian seksi. Ketika wanita mengenakan pakaian seksi ditempat umum, ada sepucuk pesan dibalik pesonanya, yang kurang lebih begini “hei cowok, gangguin kita dunk!” ^_^
5. Sebagai pelindung kulit. Ketika siang hari mengharuskan wanita beraktivitas diluar rumah, sangat rentan kulitnya cepat rusak dan terlihat tua sebelum waktunya, padahal kulit sehat merupakan dambaan setiap wanita, pemakaian jilbab secara benar akan melindungi dan menjaga kulit wanita dari ganasnya sinar matahari. Bukan hanya matahari, sebagian manusia yang menempati bumi juga mengalami musim dingin di banyak negara. Bagi wanita, jilbab merupakan pelindung ampuh dari dinginnya cuaca.
6. Sebagai pengontrol. Jika wanita tidak berjilbab, cenderung merasa bebas dan tidak terikat dengan pakaian yang dikenakannya. Berbeda dengan wanita berjilbab, jika ingin berbuat sesuatu yang melanggar norma-norma agama, maka ia akan berpikir matang, jilbab menjadi alat pengontrol dan pengingatnya.
So,  cantik, ngapain ga berjilbab jika sudah tahu banyak manfaat dari berjilbab? 

MISTERI DI BALIK PINTU RUMAH……..!!


Allah Tabaroka wata’ala berfirman :
“Hai orang-orang yang briman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya” (An Nur:27)
Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam menegaskan, alasan diharuskannya meminta izin adalah karena dikawatirkan orang yang masuk akan melihat aurat rumah. Beliau Shallallahu'alaihi wasallam bersabda : “Sesungguhnya diberlakukannya meminta izin (ketika masuk rumah orang lain) adalah untuk (menjaga) penglihatan” (HR Al Bukhari, fathul Bari : 11/24)
Pada saat ini, dengan berdesakannya bangunan dan saling berdempetnya gedung-gedung serta saling berhadap-hadapannya antara pintu dengan pintu dan jendela dengan jendela, menjadikan kemungkinan saling mengetahui isi rumah tetangga kian besar. Ironisnya, banyak yang tak mau menundukkan pandangannya, malah yang terjadi terkadang dengan sengaja, mereka yang tinggal di gedung yang lebih tinggi, dengan leluasa memandangi lewat jendela mereka ke rumah-rumah tetangganya yang lebih rendah. Ini adalah salah satu pengkhianatan dan pemerkosaan terhadap hak-hak tetangga, sekaligus sarana menuju yang diharamkan, karena perbuatan tersebut, banyak kemudian menjadi bencana dan fitnah.

Dan disebabkan oleh bahayanya akibat tindakan ini, sehingga syariat Islam membolehkan mencongkel mata orang yang suka melongok dan melihat isi rumah orang lain.
Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda : “Barangsiapa melongok rumah suatu kaum dengan tanpa izin mereka, maka halal bagi mereka mencongkel mata orang tersebut (HR Muslim: 3/699).

Dalam riwayat lain dikatakan :   “ … kemudian mereka mencongkel matanya, maka tidak ada diat (ganti rugi) untuknya juga tidak ada qishash baginya” (HR Ahmad,2/385, Shahihul Jami’ : 6022).
------------------------

NASIB SEORANG PEKERJA……!!



Dalam hubungan antara pemilik usaha dengan pekerja, Nabi Shallallahu’alaihi wasallam menganjurkan disegerakannya pemberian hak pekerja, beliau bersabda :
“berikanlah upah pekerja sebelum kering keringatnya” [HR Ibnu Majah, 2/817; Shahihul Jami’ 1493]

Salah satu bentuk kezhaliman di tengah masyarakat muslim adalah tidak memberikan hak-hak pegawai, pekerja, karyawan atau buruh sesuai dengan yang semestinya. Bentuk kezhaliman itu beragam di antaranya :

1.    Sama sekali tidak memberikan hak-hak pekerja, sedang si pekerja tidak memiliki bukti. Dalam hal ini, meskipun si pekerja kehilangan haknya di dunia, tetapi di sisi Allah pada hari kiamat kelak, hak tersebut tidak hilang. Orang zhalim itu karena telah memakan harta orang yang dizhaliminya, diambil daripadanya kebaikan yang pernah ia lakukan untuk diberikan kepada orang yang dizhalimi. Jika kebaikannya telah habis, maka dosa yang ia zhalimi itu diberikan kepadanya, lalu ia dicampakkan di neraka.

2. mengurangi hak pekerja dengan cara yang tidak dibenarkan. Allah Subhanahu wata’ala berfirman : “kecelakaan besarlah bagi mereka yang curang” (Al Muthaffifin :1)
Hal itu sebagaimana banyak dilakukan pemilik usaha terhadap para pekerja yang datang dari daerah. Di awal perjanjian, mereka sepakat terhadap jumlah upah tertentu. tetapi jika si pekerja telah terikat dengan kontrak dan memulai pekerjaannya, pemilik usaha mengubah secara sepihak isi perjanjian lalu mengurangi dan memotong upah pekerjaannya dengan berbagai dalih. Si pekerja tentu tidak bisa berkutik dengan posisinya yang serba sulit; antara kehilangan pekerjaan dan upah di bawah batas minimum. Bahkan terkadang si pekerja tak mampu membuktikan hak yang mesti ia terima, akhirnya si pekerja hanya bisa mengadukan halnya kepada Allah Subhanahu wata'ala.
Jika pemilik usaha yang zhalim itu seorang muslim sedang pekerjanya seorang kafir, maka kezhaliman yang dilakukannya termasuk bentuk menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah, sehingga dialah yang menanggung dosa orang tersebut.

2.    memberi pekerjaan atau menambah waktu kerja (lembur), tetap hanya memberikan gaji pokok dan tidak memperhitungkan pekerjaan tambahan dan waktu lembur.

3.    mengulur-ulur pembayaran gaji, sehingga tidak memberikan gaji kecuali setelah melalui usaha keras pekerja, baik berupa pengaduan, tagihan, hingga usaha lewat pengadilan. Mungkin maksud pengusaha menunda-nunda pemberian gaji agar si pekerja bosan, lalu meninggalkan haknya dan tidak lagi menuntut. Atau selama tenggang waktu tertentu, ia ingin menggunakan uang pekerja untuk suatu usaha. Dan tidak mustahil ada yang membungakan uang tersebut, sedang pada saat yang sama, para pekerja merana tidak mendapatkan apa yang dimakan sehari-hari, juga tak bisa mengirim nafkah kepada keluarga dan anak-anaknya yang sangat membutuhkan, padahal demi merekalah para pekerja itu membating tulang jauh di negeri orang. Sungguh celakalah orang yang zhalim itu, kelak pada hari kiamat mereka akan mendapat siksa yang sangat pedih dari Allah Subhanahu wata'ala.

Dalam riwayat dari Abu Hurairah Radhiallahu’anhu disebutkan, bersabda Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam : Allah Subhanahu wata’ala berfirman :
“Tiga jenis (manusia) yang aku menjadi musuhnya kelak pada hari kiamat, laki-laki yang memberi dengan namaKu lalu berkhianat, laki-laki yang menjual orang merdeka (bukan budak) lalu memakan harga uang hasil penjualannya dan laki-laki yang mempekerjakan, sedang ia memenuhi pekerjaannya, tetapi ia tidak memberikan upahnya” (HR Al Bukhari, Fathul Bari :5/211).
------------------------
 NASIB SEORANG PEKERJA……!!

Dalam hubungan antara pemilik usaha dengan pekerja, Nabi Shallallahu’alaihi wasallam menganjurkan disegerakannya pemberian hak pekerja, beliau bersabda :
“berikanlah upah pekerja sebelum kering keringatnya” [HR Ibnu Majah, 2/817; Shahihul Jami’ 1493]

Salah satu bentuk kezhaliman di tengah masyarakat muslim adalah tidak memberikan hak-hak pegawai, pekerja, karyawan atau buruh sesuai dengan yang semestinya. Bentuk kezhaliman itu beragam di antaranya :

1.    Sama sekali tidak memberikan hak-hak pekerja, sedang si pekerja tidak memiliki bukti. Dalam hal ini, meskipun si pekerja kehilangan haknya di dunia, tetapi di sisi Allah pada hari kiamat kelak, hak tersebut tidak hilang. Orang zhalim itu karena telah memakan harta orang yang dizhaliminya, diambil daripadanya kebaikan yang pernah ia lakukan untuk diberikan kepada orang yang dizhalimi. Jika kebaikannya telah habis, maka dosa yang ia zhalimi itu diberikan kepadanya, lalu ia dicampakkan di neraka.

2. mengurangi hak pekerja dengan cara yang tidak dibenarkan. Allah Subhanahu wata’ala berfirman : “kecelakaan besarlah bagi mereka yang curang” (Al Muthaffifin :1)
Hal itu sebagaimana banyak dilakukan pemilik usaha terhadap para pekerja yang datang dari daerah. Di awal perjanjian, mereka sepakat terhadap jumlah upah tertentu. tetapi jika si pekerja telah terikat dengan kontrak dan memulai pekerjaannya, pemilik usaha mengubah secara sepihak isi perjanjian lalu mengurangi dan memotong upah pekerjaannya dengan berbagai dalih. Si pekerja tentu tidak bisa berkutik dengan posisinya yang serba sulit; antara kehilangan pekerjaan dan upah di bawah batas minimum. Bahkan terkadang si pekerja tak mampu membuktikan hak yang mesti ia terima, akhirnya si pekerja hanya bisa mengadukan halnya kepada Allah Subhanahu wata'ala.
Jika pemilik usaha yang zhalim itu seorang muslim sedang pekerjanya seorang kafir, maka kezhaliman yang dilakukannya termasuk bentuk menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah, sehingga dialah yang menanggung dosa orang tersebut.

2.    memberi pekerjaan atau menambah waktu kerja (lembur), tetap hanya memberikan gaji pokok dan tidak memperhitungkan pekerjaan tambahan dan waktu lembur.

3.    mengulur-ulur pembayaran gaji, sehingga tidak memberikan gaji kecuali setelah melalui usaha keras pekerja, baik berupa pengaduan, tagihan, hingga usaha lewat pengadilan. Mungkin maksud pengusaha menunda-nunda pemberian gaji agar si pekerja bosan, lalu meninggalkan haknya dan tidak lagi menuntut. Atau selama tenggang waktu tertentu, ia ingin menggunakan uang pekerja untuk suatu usaha. Dan tidak mustahil ada yang membungakan uang tersebut, sedang pada saat yang sama, para pekerja merana tidak mendapatkan apa yang dimakan sehari-hari, juga tak bisa mengirim nafkah kepada keluarga dan anak-anaknya yang sangat membutuhkan, padahal demi merekalah para pekerja itu membating tulang jauh di negeri orang. Sungguh celakalah orang yang zhalim itu, kelak pada hari kiamat mereka akan mendapat siksa yang sangat pedih dari Allah Subhanahu wata'ala.

Dalam riwayat dari Abu Hurairah Radhiallahu’anhu disebutkan, bersabda Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam : Allah Subhanahu wata’ala berfirman :
“Tiga jenis (manusia) yang aku menjadi musuhnya kelak pada hari kiamat, laki-laki yang memberi dengan namaKu lalu berkhianat, laki-laki yang menjual orang merdeka (bukan budak) lalu memakan harga uang hasil penjualannya dan laki-laki yang mempekerjakan, sedang ia memenuhi pekerjaannya, tetapi ia tidak memberikan upahnya” (HR Al Bukhari, Fathul Bari :5/211).
------------------------